Morning Lur,
Hari Minggu lalu (28/02), Mimin Semarang Coret menghadiri acara Sedekah Budaya yang diselenggarakan oleh Forum Pencinta NH. Dini. Acara diadakan di Vina House Jalan Diponegoro No. 29, Semarang. Sedekah Budaya ini menghadirkan pembicara NH. Dini, Ahmad Tohari dan Taufik Ismail. Acara Sedekah Budaya ini sendiri merupakan bagian dari rangkaian acara Syukuran Ulang Tahun ke-80 Sastrawati legendaris Semarang, NH. Dini tanggal 29 Februari 2016.
Pak Goenawan mengulik proses kreatif seorang NH Dini |
Sebelum acara bincang sastra dan budaya dimulai, tamu undangan bebas memotret. Namun begitu acara dimulai, kami dilarang memotret dan diharapkan mengikuti acara diskusi dengan seksama. Diskusi pertama menampilkan the birthday girl, Eyang NH. Dini yang malam itu nampak berseri-seri karena dikelilingi sahabat-sahabatnya. Diskusi dipandu Pak Gunawan Permadi, Pemred Wawasan. Sebelumnya ada pembacaan potongan adegan dari novelnya Tirai Menurun yang berlatar belakang perkumpulan wayang wong di Semarang.
berfoto bersama Pak Taufik Ismail penyair legendaris Indonesia |
Di acara diskusi itu, NH. Dini menceritakan proses kreatifnya yang rutin menulis selama dua jam setiap hari. Ia adalah sosok manusia yang hidupnya penuh keteraturan dan kedisiplinan. Ia tak menampik anggapan kalau ia adalah penulis feminis. Namun menurutnya, ia hanya menangkat fenomena yang ada di lingkungannya dan menuliskannya. Karena ia perempuan, maka ia lebih merasa menjiwai ketika menuliskan tentang perempuan dan seluk-beluk kehidupannya.
NH. Dini juga menampik gosip yang mengatakan ia memasang tarif wawancara pada wartawan media massa yang ingin mewawancarainya. Penulis yang 100% hidup dari menulis ini mengatakan ia tidak memasang tarif bagi wartawan.
Pada acara itu pula, NH Dini membacakan cukilan naskah buku yang sedang dikerjakannya dan rencana akan terbit tahun 2017. Novel yang termasuk dalam seri cerita kenangan, alias novel otobiografi kehidupan NH Dini sendiri, menceritakan penggalan kehidupan beliau ketika tinggal di Dusun Lerep, Ungaran. Bahkan judul bukunya ada menyeret nama Ungaran lho, Lur. Bangga hehehe...
Setelah NH. Dini tampil, Pak Ahmad Tohari penulis Ronggeng Dukuh Paruh dan Kubah mendapat giliran berbagi proses kreatifnya dalam berkarya. Sebelum diskusi dimulai, ada pembacaan penggalan novel Pak Ahmad Tohari yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk.
Pak Ahmad Tohari menandatangani buku karyanya |
Di kesempatan malam itu, Pak Ahmad Tohari bercerita bagaimana tulisan-tulisannya lahir dari kegelisahannya menyaksikan peristiwa yang terjadi pada masa itu, diantaranya pembantaian kelompok PKI. Maka lahirlah novel-novelnya yang sarat rasa kemanusiaan dan membela kaum lapar dan miskin. Beliau juga menceritakan saat pertama mengantarkan naskah novelnya untuk diterbitkan oleh penerbit di Jakarta. Ia mengaku gemetaran tak henti karena minder, menyadari dirinya hanya orang kampung.
Alhamdulillah, Mimin Semarang Coret bahagia bisa hadir di acara sedekah budaya bersama NH. Dini, Ahmad Tohari dan Taufik Ismail malam itu. Keep writing and sharing, Lur!
1 Komentar
Wah mba Dedew..priceless moment banget itu..beliau beliau bisa ngumpul..
BalasHapus